JENDELANUSANTARA.COM, Jakarta — Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, mengumumkan rencana pencabutan 20 izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dengan total luas mencapai sekitar 750.000 hektare.
Langkah ini diambil sebagai kelanjutan penertiban izin usaha kehutanan, termasuk di wilayah yang terdampak banjir dan longsor di Sumatera.
Raja Juli Antoni menyampaikan bahwa kebijakan tersebut sejalan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto. Sebelumnya, pada Februari 2025, Kementerian Kehutanan telah mencabut 18 izin PBPH seluas 526.144 hektare.
“Kementerian Kehutanan, atas persetujuan Presiden, akan kembali mencabut izin sekitar 20 PBPH berkinerja buruk seluas kurang lebih 750 ribu hektare di seluruh Indonesia, termasuk pada tiga provinsi terdampak banjir,” ujarnya dalam keterangan pers dari Jakarta, Jumat (5/12/2025).
Selain pencabutan izin, pemerintah juga akan menunda pemberian izin baru untuk pemanfaatan hutan. “Saya juga akan memoratorium izin baru PBPH hutan alam dan hutan tanaman,” kata Raja Juli Antoni.
Investigasi Kayu Gelondongan di Sumatera
Pemerintah turut menyoroti maraknya kayu gelondongan yang ditemukan terbawa arus banjir dan longsor di sejumlah daerah di Sumatera. Menteri menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan investigasi awal dan akan memperluas penyelidikan bersama kepolisian. Penegakan hukum menjadi salah satu langkah yang disiapkan untuk memastikan akuntabilitas atas temuan tersebut.
Kemenhut telah mengumpulkan data awal menggunakan pemantauan drone di titik-titik terdampak. Pemerintah juga mengoperasikan perangkat lunak identifikasi kayu AIKO (Alat Identifikasi Kayu Otomatis) untuk menelusuri jenis serta kemungkinan asal kayu yang terbawa arus.
“Keingintahuan publik tentang asal-usul material kayu itu sudah kami respons. Kami memiliki data awal dari penerbangan drone, dan memanfaatkan AIKO untuk mengetahui jenis serta merekonstruksi asal-muasal material tersebut,” ucap Raja Juli Antoni.
Kementerian menegaskan bahwa penanganan kehutanan ke depan akan menitikberatkan pada perbaikan tata kelola, penguatan pengawasan, dan pengendalian izin usaha agar fungsi ekologis hutan tetap terjaga.
Langkah penertiban izin dinilai menjadi salah satu titik kunci untuk memitigasi risiko kerusakan kawasan hutan, terutama di wilayah rawan bencana. (ihd)













