Jaringan yang Menyisir Asia-Afrika
JENDELANUSANTARA.COM, Jakarta — Nama Dewi Astutik (42), perempuan asal Ponorogo, kembali mencuat setelah aparat Kamboja membekuknya di Sihanoukville, Senin (1/12/2025). Bagi publik Indonesia, ia juga dikenal sebagai Paryatin, sosok yang selama dua tahun terakhir merekrut warga Indonesia di luar negeri untuk mengantar paket narkoba lintas benua.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Suyudi Ario Setio, menyampaikan bahwa Dewi tidak bergerak sendiri. Di Kamboja, ia berjejaring dengan warga negara Nigeria berinisial DON. Hubungan keduanya bukan sekadar bisnis. DON disebut menjadi caretaker, sekaligus figur yang membukakan pintu masuk Dewi ke pasar narkoba internasional.
“Dari pendalaman DA (Dewi), dia bukan kabur ke Kamboja, tetapi bersinggungan dengan fenomena scamming yang dianggap cepat menghasilkan uang. Singkat cerita, ia bertemu DON,” ujar Suyudi dalam konferensi pers, Kamis (4/12/2025).
Di negeri orang, Dewi merasa dapat mengendalikan jalur peredaran narkoba hanya dengan kekuatan uang.
DON bukan nama asing dalam perdagangan barang haram. Menurut Suyudi, pria itu merupakan buronan Amerika Serikat dan kini sudah diekstradisi ke Negeri Paman Sam. Selama di Kamboja, ia bertindak sebagai pemasok dan penjamin operasional. Dewi menjalankan jaringan kurir, sementara DON memastikan ketersediaan barang, pengemasan, hingga pembiayaan.
Rekrutmen Kurir dari Kalangan Jobless
Dalam struktur jaringan ini, Dewi mengambil peran sebagai pemikat. Ia menyasar WNI yang tengah kesulitan pekerjaan di Kamboja, menawari mereka upah besar untuk membawa paket ke sejumlah negara di Asia maupun Afrika. BNN mengungkap, proses rekrutmen berlangsung sejak 2023, dan pada awal 2024 kurir mulai diberangkatkan.
Negara tujuan pengiriman antara lain Indonesia, Kamboja, Laos, Hongkong, Korea Selatan, Brasil, hingga Ethiopia. Banyak di antara kurir itu kemudian teridentifikasi melalui penangkapan pada pengiriman terakhir.
Saat ditangkap, Dewi tengah bersama seorang pria yang disebut warga Pakistan bernama Abdul Halim. Identitasnya kini masih didalami aparat Kamboja. Di sisi Indonesia, BNN telah berkoordinasi dengan otoritas Korea Selatan karena Dewi juga masuk daftar pencarian negara tersebut.
Penangkapan Dewi sendiri melibatkan BNN, Kepolisian Kamboja, KBRI Phnom Penh, Atase Pertahanan RI di Kamboja, dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Koordinasi lintas lembaga itulah yang menutup ruang geraknya setelah hampir dua tahun menjadi figur sentral pengiriman narkoba jaringan Asia-Afrika.
Saat Pertama Kali Namanya Tercatat
Nama Dewi mulai diperhatikan BNN saat heroin seberat 2,76 kilogram diamankan di Bandara Soekarno-Hatta, 24 September 2024. Barang itu dibawa seorang kurir berinisial ZM yang tiba dari Singapura. Dari pengembangan kasus, muncul dua nama lain –SS dan AH– yang kemudian mengarah pada Dewi di Kamboja.
Sejak itu, identitasnya berulang kali muncul dalam operasi narkotika. Mei 2025, dua ton sabu di Kapal MT Sea Dragon Tarawa di Perairan Kepulauan Riau kembali menaut pada dirinya. Tiket transport kurir dipesan pihak yang terhubung dengan Dewi.
Marthinus Hukom, Kepala BNN kala itu, menyebut Dewi memainkan peran vital dalam penyediaan tenaga pengirim. Ia membangun jaringan dengan iming-iming kesejahteraan, sesuatu yang kerap menjadi pintu masuk banyak kelompok kriminal transnasional.
Kini, setelah ditangkap, lintasan Dewi mungkin berhenti di balik ruang interogasi. Namun jalur yang ditinggalkannya –rute narkoba yang menembus tujuh negara– masih menjadi pekerjaan panjang bagi BNN. Pada titik itu, kasus Dewi bukan sekadar soal satu orang, tetapi tentang bagaimana sebuah jejaring asing membungkus warga rentan untuk menjalankan bisnis bernilai gelap.
Kompas Minggu mencatat, tugas terbesar kini adalah memastikan rumah kembali aman dari tangan-tangan yang menjual hidup demi bayaran cepat. (ihd)













