Luka di Balik Gemerlap Sirkus: Korban Kekerasan Oriental Circus Indonesia Tuntut Keadilan

Kamis, 17 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

JENDELANUSANTARA.COM, Jakarta — Di balik gemerlap panggung dan sorotan lampu sirkus yang mewarnai masa kejayaan Oriental Circus Indonesia (OCI) pada era 1970-an hingga 1980-an, tersimpan kisah kelam yang baru kini terungkap ke publik. Sejumlah mantan pemain, sebagian besar perempuan, mengaku menjadi korban kekerasan, eksploitasi, hingga pemisahan paksa dari anak mereka semasa kecil saat menjadi bagian dari pertunjukan keliling tersebut.

Pada 15 April 2025, para korban mengadu ke Kementerian Hukum dan HAM, menyampaikan langsung kesaksian kepada Wakil Menteri HAM, Mugiyanto. “Kami mendengarkan langsung cerita mereka. Ada kemungkinan banyak tindak pidana yang terjadi,” ujar Mugiyanto keesokan harinya. Pemerintah berencana memanggil pihak Taman Safari Indonesia (TSI), lokasi yang disebut-sebut menjadi panggung pertunjukan OCI pada masa itu.

Meski TSI membantah keterlibatan langsung, catatan sejarah menunjukkan hubungan erat antara taman rekreasi tersebut dan sirkus OCI, khususnya dalam masa ekspansi usaha sejak akhir 1970-an. Sejumlah iklan koran dan dokumentasi acara memperlihatkan kemunculan kedua nama itu secara bersamaan.

Kisah Pilu dari Balik Panggung

Salah satu korban, kini berusia 50-an, mengisahkan bahwa sejak usia 6 tahun ia sudah tampil menghibur penonton. “Waktu pertama kali saya menstruasi, saya sedang membawakan pertunjukan dengan ular piton,” ujarnya. Ia juga mengaku pernah disiram air panas karena salah langkah koreografi. Korban lain menyebut pernah dipukul dengan besi, dilarang sekolah, hingga disekap. Bahkan, ada yang dipisahkan dari bayi mereka tak lama setelah melahirkan.

Sebagian kesaksian ini telah disampaikan dalam laporan tertulis ke Komnas HAM dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sejak 2023. Komnas HAM sempat mengeluarkan rekomendasi investigatif, namun belum ada proses hukum yang berjalan.

Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, turut mendesak agar penyelidikan dibuka kembali. “Polisi tidak boleh menutup-nutupi. Penegakan hukum harus dilakukan secara profesional dan transparan,” ujarnya, Rabu (16/4).

Upaya hukum sempat dilakukan pada 2019, namun laporan korban dihentikan lantaran dianggap kurang bukti. Kini, para korban berharap momentum keadilan kembali hidup.

Taman Safari dan Persimpangan Fakta

TSI menampik semua tudingan bahwa institusi mereka bertanggung jawab atas kekerasan yang dialami para pemain sirkus. Komisaris TSI, Tony Sumampouw, bahkan menyebut sirkus dulunya menjadi “penyelamat” anak-anak jalanan. “Kalau kamu tidak ditampung, mungkin kamu orang sudah nggak ada kali,” ujarnya saat ditemui di Bogor.

TSI menunjukkan dokumentasi suasana ceria di lingkungan sirkus, tetapi enggan membeberkan data nama-nama anak dan akta perwalian. Mereka menyebut hubungan sirkus dengan institusi bersifat personal dan tidak mencerminkan kebijakan perusahaan.

Namun, keterkaitan historis antara OCI dan TSI tak mudah dipisahkan. Seorang mantan pengelola senior yang enggan disebut namanya mengakui bahwa panggung sirkus kerap dibangun bersamaan dengan ekspansi taman rekreasi, baik di Cisarua maupun di Bali.

Hukum, Ingatan, dan Harapan

Jika terbukti, kasus ini berpotensi masuk dalam kategori pelanggaran berat sebagaimana diatur dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. “Daluwarsa tidak berlaku untuk tindak pidana seperti penyiksaan,” tegas Mugiyanto.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menyarankan pembentukan tim independen lintas kementerian agar investigasi dilakukan secara menyeluruh. “Kita tidak bisa hanya mengandalkan narasi sepihak atau pembelaan emosional,” ujarnya.

Sementara itu, para korban terus menyuarakan pengalaman mereka melalui berbagai kanal digital, berharap luka masa lalu mereka tak dianggap sebagai bagian dari “hiburan” nostalgia. “Dulu saya hanya bisa menangis di belakang tenda,” ujar salah satu korban. “Sekarang saya bicara, agar tidak ada lagi anak yang disakiti demi tepuk tangan.”

Jalan Panjang Pemulihan

Seiring terbukanya ruang bicara bagi para korban, desakan untuk pemulihan menyeluruh pun menguat. Tidak hanya menyoal aspek hukum, tetapi juga pemulihan psikologis dan sosial bagi para penyintas. Banyak di antara mereka kini menjalani hidup dalam kondisi ekonomi terbatas, tanpa ijazah pendidikan formal, dan masih menyimpan trauma yang belum tertangani.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyatakan siap mendampingi proses pemulihan korban jika dibutuhkan. Namun, mereka menunggu tindak lanjut dari aparat penegak hukum untuk menetapkan status hukum kasus ini. “Kami siap memberikan dukungan psiko-sosial, terutama kepada korban yang saat ini masih terdampak,” kata Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA.

Lembaga swadaya masyarakat dan komunitas pegiat hak asasi manusia juga mulai bergerak menggalang dukungan. Petisi daring, penggalangan dana, hingga dokumentasi testimoni menjadi bagian dari upaya kolektif membangun ingatan publik terhadap praktik yang disebut sebagai bentuk “perdagangan manusia terselubung” dalam dunia hiburan.

Menata Ulang Kenangan Kolektif

Kasus ini mengusik ulang cara publik memandang masa lalu, terutama dalam lanskap hiburan populer Indonesia. Oriental Circus Indonesia pernah menjadi ikon tontonan keluarga, tampil dari kota ke kota, dan menjadi bagian dari ingatan kolektif generasi 1970-an hingga 1990-an. Namun di balik sorotan, ada kisah yang nyaris tak terdengar selama puluhan tahun.

Pengamat budaya populer dari Universitas Indonesia, Intan Paramaditha, mengatakan bahwa masyarakat perlu berani mengoreksi memori kolektif dengan kesadaran etis. “Kita tidak bisa terus-menerus menormalisasi penderitaan demi romantisme masa lalu. Ini saatnya membuka ruang kritik terhadap sejarah budaya hiburan kita,” katanya.

Masyarakat, menurut Intan, juga perlu didorong untuk terlibat dalam pemulihan dan advokasi, agar tragedi serupa tak terulang di masa depan. Termasuk mendorong akuntabilitas institusi yang terlibat, baik secara langsung maupun tak langsung.

Harapan Baru di Bawah Langit Terbuka

Kini, di usia yang tak lagi muda, para mantan pemain sirkus itu kembali berdiri. Bukan lagi sebagai penampil di atas ring, melainkan sebagai saksi atas pengalaman mereka sendiri. Mereka tidak menuntut tepuk tangan, melainkan pengakuan dan keadilan.

“Yang kami inginkan bukan balas dendam. Kami ingin kebenaran disampaikan, agar anak-anak lain tidak mengalami apa yang kami alami,” ujar salah satu korban, sembari menahan tangis.

Kisah mereka belum selesai. Namun keberanian mereka membuka pintu bagi refleksi nasional atas bagaimana negara, institusi, dan masyarakat memperlakukan anak-anak di bawah asuhan panggung hiburan. Di bawah langit yang kini lebih terbuka, suara mereka akhirnya menggema—lebih dari sekadar gema tepuk tangan yang dulu pernah mereka kenal. (ihd/ihd)

Berita Terkait

Rakor Kemendagri: Pendapatan Daerah Meningkat, Serapan Belanja Masih Memprihatinkan
Pemerintah Bekukan PKH bagi 7.001 Penerima Terindikasi Judol di DIY
Rapat Koordinasi Lintas Kementerian Bahas Pembatalan PTDH Dua Guru SMA Negeri 1 Luwu Utara
Wamendagri Ribka Haluk Dorong Pemda Bali Percepat Realisasi Belanja Daerah Jelang Akhir Tahun
Dalam Rapat dengan Menteri PKP, Tito Karnavian Ajak Masyarakat Dukung Program Hunian Layak
Wamendagri Wiyagus Dorong Pemda Perkuat Upaya Pengendalian Inflasi dan Program Strategis Nasional
Produksi Mobil Nasional Dimulai 2027, PT Pindad Jadi Pengembang Utama
Wamendagri Wiyagus Dorong Penerapan Sistem Merit untuk Ciptakan ASN Profesional dan Berintegritas

Berita Terkait

Senin, 17 November 2025 - 15:52 WIB

Rakor Kemendagri: Pendapatan Daerah Meningkat, Serapan Belanja Masih Memprihatinkan

Senin, 17 November 2025 - 07:19 WIB

Pemerintah Bekukan PKH bagi 7.001 Penerima Terindikasi Judol di DIY

Jumat, 14 November 2025 - 21:23 WIB

Rapat Koordinasi Lintas Kementerian Bahas Pembatalan PTDH Dua Guru SMA Negeri 1 Luwu Utara

Jumat, 14 November 2025 - 16:47 WIB

Wamendagri Ribka Haluk Dorong Pemda Bali Percepat Realisasi Belanja Daerah Jelang Akhir Tahun

Kamis, 13 November 2025 - 22:42 WIB

Dalam Rapat dengan Menteri PKP, Tito Karnavian Ajak Masyarakat Dukung Program Hunian Layak

Berita Terbaru