JENDELANUSANTARA.COM, Bandar Lampung — Dugaan aktivitas penebangan pohon liar (ilegal logging) di Provinsi Lampung kembali mencuat serius. Setelah awalnya hanya desas-desus warga, kini penyelidikan menunjukkan bahwa pembalakan tersebut berjalan dalam skala dan waktu yang signifikan —saat musim hujan akan melanda, memicu kekhawatiran tentang potensi banjir bandang dan longsor akibat hutan yang gundul.
Penyelidikan: Ilegal Logging Dituduh Sistematis
Menurut laporan warga dan informasi awal dari aparat keamanan, penebangan telah berlangsung secara diam-diam selama periode lebih dari satu tahun, menyasar kawasan hulu dan pegunungan di Lampung.
Kayu hasil tebang, termasuk jenis pohon besar dan minyak, dikabarkan diangkut malam hari dan dikirim ke luar daerah. Beberapa bongkahan kayu sudah dalam bentuk balok siap kirim, menunjukkan bahwa pembalakan tidak bersifat sporadis, tetapi terstruktur secara komersial.
Pihak berwenang menyatakan telah mengantongi “fakta-fakta” yang cukup untuk mengusut kasus ini lebih jauh –dengan memanggil saksi dan menelaah dokumen kepemilikan lahan serta izin pemanfaatan hutan.
Namun hingga saat ini, proses penyidikan masih berlangsung dan belum ada penetapan tersangka definitif. Bila terbukti melanggar, para pelaku dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan Undang-undang Kehutanan.
Mengapa Hutan Penting: Tameng Alami Lawan Bencana
Para ahli lingkungan menekankan bahwa hutan, terutama di bagian hulu kawasan sungai (daerah aliran sungai / DAS), berfungsi sebagai “spons alami”: menyerap hujan, menahan ero-si, dan mengatur aliran air ke sungai. Saat hutan dirusak, struktur tanah yang stabil runtuh; akar pohon, yang selama ini berfungsi sebagai perekat tanah, hilang, membuat tanah mudah tergerus, air hujan langsung mengalir deras ke sungai, dan meningkatkan risiko longsor serta banjir bandang.
Tragedi terkini di Pulau Sumatera, di mana musim hujan dan badai tropis memicu banjir dan longsor mematikan, memberikan gambaran nyata atas betapa rapuhnya ekosistem ketika fungsi hutan hilang.
Di beberapa daerah terdampak, korban jiwa sudah ratusan, rumah dan infrastruktur hancur, puluhan ribu warga kehilangan tempat tinggal —dan gelondongan kayu hasil tebang ditemukan terbawa arus sungai sebagai salah satu penyebab rusaknya lingkungan.
Lampung Kini di Persimpangan: Antara Waspada dan Bertindak
Dengan prediksi curah hujan tinggi dalam beberapa pekan ke depan dari BMKG dan musim hujan yang telah dekat, kondisi hutan yang melemah di Lampung, jika penebangan tidak segera dihentikan, berpotensi menciptakan situasi darurat.
Risiko bencana banjir bandang atau longsor di kawasan pegunungan dan hulu sungai semakin nyata, khususnya bagi pemukiman di dataran rendah dan pesisir.
Gubernur Provinsi Lampung, Mirza, sebelumnya sudah memperingatkan bahaya ini: hutan bukan sekadar aset kayu tetapi tameng terakhir terhadap bencana alam.
Pemerintah daerah telah mendesak agar semua aktivitas penebangan dihentikan, dan pelaku bekerja sama dengan aparat serta masyarakat untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut dan memulai upaya rehabilitasi jika diperlukan.
Kasus Hukum atau Potensi Bencana?
Kasus ilegal logging di Lampung bukan hanya soal pelanggaran hukum terhadap pengelolaan hutan, tetapi juga soal keselamatan masyarakat luas.
Bila dibiarkan, lubang-lubang kosong di hutan bisa menjadi awal bencana ekologis besar. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus bertindak cepat: dari menghentikan aktivitas penebangan, mengusut tuntas pelaku, hingga melakukan reboisasi dan penataan ulang kawasan hulu agar fungsi ekologis hutan dapat pulih.
Masyarakat pun perlu dilibatkan, sebagai penjaga alam dan pengawas, agar tidak ada lagi penebangan gelap yang berlangsung di balik gelapnya malam, sehingga Lampung dan wilayah lainnya selamat dari bencana yang bisa dicegah. (ihd)













