Menteri Komdigi: Warisi Semangat Persatuan dari 1946
JENDELANUSANTARA.COM, Jakarta – Lahir dari semangat persatuan wartawan di tengah perjuangan kemerdekaan, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) kembali menapak jejak sejarahnya. Setelah hampir dua tahun terbelah dalam dualisme kepengurusan, PWI menyatukan langkah melalui Kongres Persatuan yang digelar di Cikarang, Bekasi, 29—30 Agustus 2025.
Kongres itu menghasilkan kesepakatan bulat: menunjuk Direktur Utama LKBN Antara, Akhmad Munir, sebagai Ketua Umum PWI periode 2025—2030, serta Atal S. Depari sebagai Ketua Dewan Kehormatan. Proses berjalan demokratis dan disaksikan langsung perwakilan pemerintah serta tokoh pers, termasuk dukungan dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Menteri Komdigi Meutya Hafid menyambut baik hasil kongres yang disebutnya menutup lembaran panjang perpecahan. “Kami tentu senang, mendapat kabar Kongres Persatuan PWI berjalan lancar dan demokratis. Semoga PWI betul-betul bersatu lagi dan kembali fokus mengawal jurnalisme Indonesia yang profesional dan berkualitas,” ujarnya saat menerima Munir dan Atal di Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Kembali ke Solo
Harapan persatuan itu akan ditandai dengan pelantikan pengurus baru di Monumen Pers Nasional, Solo, akhir September mendatang. Permintaan pelantikan di kota kelahiran PWI pada 9 Februari 1946 itu datang langsung dari Meutya Hafid.
“Ini bukan sekadar upacara seremonial, tetapi pesan agar pengurus PWI baru mewarisi nilai perjuangan dan persatuan para pendiri PWI,” kata Ketua PWI Surakarta, Anas Syahirul.
Direktur Monumen Pers Nasional, Widodo Hastjaryo, juga menyatakan kesiapan menjadi tuan rumah. “Kami menyambut baik rencana ini. Surakarta memiliki makna historis bagi lahirnya PWI, dan momen ini akan mengingatkan kembali semangat persatuan wartawan,” ucapnya.
Menutup Dua Tahun Dualisme
Sejak 2023, PWI terbelah menjadi dua kubu: hasil Kongres Bandung yang dipimpin Hendry Ch. Bangun, dan Kongres Luar Biasa Jakarta 2024. Perpecahan itu menimbulkan kebingungan di kalangan wartawan daerah, hingga memunculkan desakan rekonsiliasi.
Dengan dukungan tokoh pers dan pemerintah, kedua pihak akhirnya menyepakati Kongres Persatuan. Formatur kini tengah merampungkan susunan kepengurusan baru untuk memperoleh pengesahan hukum (AHU) dari Kementerian Hukum dan HAM.
“Kita dukung bersama agar kepengurusan baru mampu memulihkan citra PWI yang terpuruk hampir dua tahun ini,” kata Sasongko Tedjo, Ketua Dewan Kehormatan PWI periode sebelumnya.
Semangat 1946
PWI lahir di Solo, ketika wartawan dari berbagai daerah berkumpul untuk membentuk wadah tunggal profesi pada 9 Februari 1946. Kala itu, semangat persatuan wartawan berjalan seiring dengan perjuangan bangsa mempertahankan kemerdekaan.
Kini, hampir delapan dekade kemudian, PWI kembali ke Solo dengan misi yang sama: menjaga persatuan, menegakkan kode etik jurnalistik, dan memastikan jurnalisme Indonesia tetap berdaulat di tengah derasnya arus informasi digital. (*)













