Polisi Masuk Pasar Rakyat di Kepri, Halau Premanisme
JENDELANUSANTARA.COM, Batam – Langkah sepatu polisi berseragam memecah keramaian Pasar Dabo Singkep, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, pagi itu. Tak ada sirene. Tak pula penggerebekan. Hanya patroli —yang sengaja dibiasakan—untuk tujuan mencabut akar premanisme dari pasar rakyat.
Kepolisian Resor (Polres) Lingga tampaknya sadar bahwa urat nadi ekonomi masyarakat berada di ruang-ruang seperti ini. Tempat bertemunya pedagang, pembeli, pengangkut barang, hingga sopir ojek pengangkut sayur. Di sinilah negara harus hadir, sebelum ketakutan mengambil alih.
“Pasar bukan tempat bagi tekanan atau intimidasi,” ujar Kapolres Lingga AKBP Pahala Martua Nababa ketika dihubungi dari Jakarta, Senin (9/6/2025). Ia menyebut patroli ini sebagai langkah proaktif untuk menjamin ruang publik tetap aman dan bermartabat.
Personel Satuan Samapta diturunkan. Sebagian berpatroli dengan kendaraan, sebagian lain berjalan kaki menyusuri lorong-lorong pasar. Mereka tak sekadar mengawasi, tetapi juga menyapa para pedagang. Menjalin komunikasi yang, menurut polisi, penting untuk menciptakan kepercayaan warga.
Masuknya polisi berseragam ke dalam pasar disambut gembira oleh rata-rata pedagang maupun pembeli. Mereka, seperti diutarakan Makmun, pemilik kios di los daging, lega dan merasa aman. Namun disinggung adanya gangguan preman, Makmun menggeleng. “Tidak, tidak ada pungli di sini,” timpal Akli, pedagang di los sayur.
Iptu Arfen, Kepala Satuan Samapta Polres Lingga, menegaskan, wilayah hukumnya tak akan memberi ruang bagi premanisme dan pungutan liar. “Negara tak boleh absen. Rasa takut tak boleh tumbuh di tempat orang menggantungkan hidup,” ujarnya.
Patroli ini akan dilakukan secara berkala. Titik-titik rawan dipetakan. Langkah pencegahan diprioritaskan. Namun, polisi juga tak segan menindak jika sudah masuk ranah pidana. “Segala bentuk pungli akan kami tindak tegas,” kata Arfen.
Ia pun mengajak masyarakat tak segan melapor bila melihat hal yang mencurigakan. Menurutnya, keamanan tak bisa hanya jadi urusan aparat. Butuh kolaborasi. “Kami ingin ruang publik kita jadi tempat yang damai. Tempat orang bekerja, bukan bersembunyi dari ketakutan,” ucapnya. (ihd)