JENDELANUSANTARA.COM, Jakarta – Ruang rapat DPR di Senayan, Jakarta, Jumat siang, kembali jadi sorotan. Bukan karena perdebatan alot soal undang-undang, melainkan… soal kudapan para wakil rakyat saat rapat. Ketua DPR Puan Maharani mengingatkan para anggota dewan agar tidak menyisakan makanan yang disediakan dalam kotak kecil di meja rapat.
“Kalau tidak dimakan, ya jangan, mubazir. Kalau dimakan sebaiknya dihabiskan,” ujar Puan, sembari menambahkan idealnya hanya ada tiga macam makanan ringan berbeda setiap rapat.
Puan juga menegaskan agar jumlah kudapan disesuaikan kebutuhan. Namun, soal menu tetap harus berganti. “Karena orangnya berbeda-beda, tidak bisa kemudian tidak diganti,” katanya.
Di sisi lain, Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, punya pandangan lebih sederhana: rapat cukup dengan air putih. “Kalau makanan, usia 50 tahun ke atas itu sudah susah makan makanan begitu. Air putih saja cukup,” ujarnya. Menurutnya, dalam sehari bisa ada tiga kali rapat, dan hampir tak ada anggota yang benar-benar melahap isi kotak kudapan itu.
Sementara publik masih mencerna perdebatan ringan soal snack, isu yang lebih serius merebak di luar: kabar kenaikan gaji anggota DPR hingga Rp90 juta per bulan. Isu ini viral dan memicu kritik keras.
Puan buru-buru membantah. “Tidak ada kenaikan gaji. Yang ada hanya tunjangan rumah, Rp50 juta per bulan, karena rumah jabatan di Kalibata dan Ulujami sudah dikembalikan ke negara,” katanya.
Klarifikasi serupa datang dari Wakil Ketua DPR, Adies Kadir. Ia mengaku sempat salah menyebut soal tunjangan. Setelah mengecek, katanya, tidak ada kenaikan gaji ataupun tunjangan beras dan bensin. Data terakhir, tunjangan beras tetap Rp200 ribu sejak 2010, sementara bensin Rp3 juta per bulan.
Adapun tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan, menurut Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, merupakan ketentuan Kementerian Keuangan. “Bukan DPR yang menentukan. Angka itu standar pejabat negara,” ujarnya.
Bagi anggota DPR dari daerah, kata Misbakhun, tunjangan rumah dianggap wajar. “Mereka tidak dapat rumah dinas lagi. Jadi harus punya tempat tinggal untuk menjalankan tugas,” katanya.
Maka, di Senayan, urusan makanan ringan berkelindan dengan isu tunjangan berat. Kudapan yang tak habis dimakan bisa segera dibuang, tapi soal tambahan tunjangan rumah Rp50 juta per bulan, publik tak mudah menelan mentah-mentah. (ihd)













